Kabarjambikito.com – Permasalahan truk angkutan batubara di Provinsi Jambi hingga saat ini tidak pernah selesai. Sepertinya kalau melihat kejadian dilapangan yang jadi korban hanya masyarakat atau masyarakat dengan sopir batubara. Sementara para bos pengusaha yang menikmati hasil.
Dengan adanya truk batubara melintas, masyarakat kerap jadi korban kecelakaan, mulai dari anak sekolah, orang dewasa hingga mahasiswa. Dan ini siapa yang salah?
Sementara sampai dimana pengusaha batubara untuk memikirkan keselamatan warga, keselamatan para sopir? Perlu kita sadari, sopir truk batubara selalu salah jika ada korban kecelakaan. Tapi yang punya tanggung jawab besar adalah para pengusaha batubara. Bagaimanapun para sopir batubara harus memikirkan jalur khusus untuk angkutan batubara yang sama-sama duduk dengan pemerintah.
Kalau tidak mampu membuat jalur khusus, siapa jamin tidak terjadi konflik antara sopir angkutan batubara dengan masyarakat?
Seperti kemarin, Senin (13/12/2021) sejumlah sopir angkutan batubara
yang tergabung dalam Asosiasi Sopir Angkutan Batubara (Asaba) menggelar aksi demo di lapangan kantor Gubernur Jambi.
Aksi yang dilakukan para sopir tersebut merespon Surat Edaran Gubernur Jambi Nomor: 1448/SE./DISHUB-3.1/XII/2021 Tentang Penggunaan Jalan Publik Untuk Angkutan Batubara, TBS, Cangkang, CPO dan Pinang antar Kab/Kota dalam Provinsi Jambi, tidak punya rasa keadilan dan sangat merugikan para sopir.
“Tonase 8 ton sekarang dapatnya berkisar Rp 58.000. dan harus memakan waktu 2 hari. belum lagi setoran kepada pemilik mobil. Itulah kami minta tolong dengan Gubernur Jambi,” Ungkap Hendra Ambarita.
Menurut Koordinator Hendra ambarita yang paling diuntungkan sekarang ini adalah Pemerintah dan pengusaha dan yang menjadi korban adalah Kita karna pendapatan daerah batubara menjadi penghasil 10 besar penyumbang.
Para sopir truk tidak keberatan jika batas tonasenya lebih rendah dibandingkan 8 ton. Namun, kebijakan ini harus disesuaikan dengan tarif jasa angkutan.
Sebagai tututannya para sopir hanya meminta supaya diberikan ruang tonase 12 ton untuk bisa diangkut kembali kemudian kepada Pemerintah Provinsi Jambi yang sudah mendapatkan konpensasi dari tambang batu bara supaya juga bisa memperhatikan infrastruktur yang tidak beres dan banyak jalan berlobang
“Jangan menerbitkan izin menerima Investasi tapi tidak menyiapkan infrastruktur” Tambah Hendra.